Batu Joko Budeg (di Tulungagung) Jawa Timur
Konon menurut cerita para tetua di kabupaten Tulungagung, ada seorang
Jejaka bernama Joko Budeg yang keturunan orang biasa dan Roro
Kembangsore dari keluarga Ningrat. Joko Budeg sangat mendambakan Roro
Kembangsore menjadi pasangan hidupnya, karena Joko Budeg mencintai
Kembangsore dengan sepenuh hatinya. Tentu saja keinginan Joko Budeg yang
berlebihan ini tidak mendapat tanggapan dari Kembang Sore, karena
Kembangsore berpendapat bahwa Joko Budeg bukanlah pasangan yang setimpal
untuk dirinya. Sebagai lelaki Joko Budeg tidak pernah surut
keinginannya untuk mempersunting wanita idamannya, berbagai cara sudah
dilakukan agar keinginannya bisa terwujud. Lama kelamaan hati Kembang
Sore yang keras bagaikan batu, luluh oleh keseriusan Joko Budeg
mendekati dirinya. Tetapi tentu saja keinginan ini tidak serta merta
diterima begitu saja oleh Kembang Sore. Roro Kembangsore mau menerima
lamaran Joko Budeg dengan persyaratan yang harus dipenuhi oleh Joko
Budeg.

Kembang
Sore mau dipersunting oleh Joko Budeg asalkan Joko Budeg mau bertapa 40
hari 40 malam di sebuah bukit, beralaskan batu dan memakai tutup kepala
“cikrak” (alat untuk membuang sampah di Tulungagung) sambil menghadap
ke Lautan Kidul. Joko Budeg menerima persyaratan ini, dan melaksanakan
apa yag diminta oleh Roro Kembang Sore. Setelah waktu berlalu sesuai
yang dijanjikan, Roro Kembang Sore berharap Joko Budeg datang untuk
memenuhi janjinya. Setelah ditunggu 1 hari 1 malam, ternyata Joko Budeg
tidak muncul juga, kembang sore mulai cemas (karena sebenarnya di hati
Kembang Sore juga tumbuh rasa cinta kepada Joko Budeg). Seketika itu
juga Kembangsore mendatangi bukit yang digunakan untuk bertapa Joko
Budeg. Sesampai disana masih Nampak Joko Budeg dengan khususnya bertapa.
Kasihan melihat keaadaan itu, kembangsore membangunkan Joko Budeg dari
bertapanya. Setelah cukup lama usaha Kembang Sore untuk membangunkan
Joko Budeg tidak membawa hasil, akhirnya Kembang Sore jengkel, dan
keluar kata-kata yang cukup keras
“ditangekke kok mung jegideg wae, koyo watu” (bahasa
jawa Tulungagungan, dibangunkan kok tidak bangun-bangun, kayak batu)
seketika itu terjadi keajaiban alam, Joko Budeg berubah wujudnya menjadi
batu. Saat ini bukit tempat Joko Budeg bertapa dikenal dengan nama
“Gunung Budeg” dan patung Joko Budeg bertapa masih untuh sampai
sekarang. Roro Kembang Sore, dengan penyesalan yang dalam, kembali ke
kediamannya dan bersumpah tidak akan menikah dengan orang lain selain
Joko Budeg. Roro Kembang Sore akhirnya bertapa di satu tempat, sampai
meninggal dan dikuburkan di tepat itu. Saat ini tempat pemakaman kembang
sore dikenal sebagai Pemakaman Gunung Bolo yang sangat terkenal (Di
Kec. Kauman Kab. Tulungagung). Untuk mencapai lokasi ini tidaklah sulit
apabila anda berada dikota Tulungagung, Jawa Timur yang dapat ditempuh
selama 3 jam perjalanan darat dari Surabaya atau 2 jam dari kota Malang.
Batu besar tersebut bisa disaksikan di kawasan Wajak Kidul dengan bukit
tandusnya yang menyimpan jutaan kilo marmer berkualitas terbaik di
Indonesia. Semoga kawasan pra sejarah ini masih bisa disaksikan oleh
anak cucu kita nanti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar